PENANGANAN SAMPAH
DI PULAU DERAWAN DALAM RANGKA PELESTARIAN PENYU HIJAU SEBAGAI TOLOK
UKUR KESEIMBANGAN
EKOSISTEM
OLEH
Riskia Nur Hidayah (1590)
Marlinda Kurniati (1548)
Shabrina Izzati Adliah (1598)
SMA NEGERI 10 SAMARINDA
SAMARINDA
2013
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................... ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
ABSTRAK.............................................................................................................. 6
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................. 7
1.1 Latar
Belakang............................................................................................. 7
1.2 Rumusan
Masalah........................................................................................ 7
1.3 Hipotesis....................................................................................................... 8
1.4 Tujuan
Penelitian.......................................................................................... 9
1.5 Manfaat
Penelitian....................................................................................... 9
BAB II. KAJIAN PUSTAKA............................................................................ 10
BAB III. METODE PENELITIAN..................................................................... 13
3.1. Jenis
Penelitian........................................................................................... 13
3.2. Populasi
dan Sampel Penelitian.................................................................. 13
3.3. Teknik
Pengumpulan Data......................................................................... 13
3.4. Instrumen
Pengumpulan Data.................................................................... 13
3.5. Prosedur
Penelitian..................................................................................... 13
3.6. Keterbatasan
Penelitian.............................................................................. 14
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 16
4.1 Keadaan Umum Pulau Derawan................................................................ 16
4.3 Penyu Hijau Sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem...................... 17
4.3 Dampak
Negatif
dari Perubahan Fungsi Pulau Derawan........................... 18
4.4 Penanganan Dampak Negatif dari Perubahan Fungsi Pulau Derawan...... 19
ABSTRAK
Pulau Derawan merupakan salah satu dari beberapa Pulau yang
ada di kota Berau diantaranya adalah Pulau Sangalaki (Pulau telur), Pulau
Maratua, Pulau Kakaban, dan Pulau Bilangan yang memiliki populasi penyu hijau
cukup banyak. Sejak tahun 1970, penyu hijau adalah biota laut yang paling
dominan diantara biota laut lainnya, seperti terumbu karang, bulu babi, ikan, dan bintang laut.
Keseimbangan Ekosistem dipengaruhi oleh interaksi antarkomponen biotik dan abiotik.
Apabila salah satu komponen ekosistem
mengalami gangguan maka akan berdampak pada keseimbangan ekosistem tersebut. Parameter
ini dapat dilihat dari adanya penurunan jumlah populasi salah satu biota laut
yang dominan pada ekosistem tersebut.
Perubahan fungsi Pulau Derawan yang awalnya sebagai habitat
alami penyu hijau menjadi tempat parawisata bahari sangat mempengaruhi
keberadaan penyu hijau. Selain itu, kesadaran masyarakat Pulau Derawan dalam
menjaga lingkungan sangat rendah sehingga ekosistem biota laut khususnya penyu
hijau terganggu. Dalam hal ini
keberadaan penyu hijau berbanding terbalik dengan jumlah masyarakat yang berada
di Pulau Derawan. Karena semakin banyak jumlah masyarakat, maka presentase
pencemaran lingkungan semakin meningkat, sehingga jumlah populasi penyu hijau
sebagai tolok ukur keseimbangan ekosistem akuatik di Pulau Derawan ini menurun,
sehingga hampir dapat dipastikan bahwa ekosistemnya akan mengalami kerusakan.
Pencemaran lingkungan akuatik di Pulau Derawan disebabkan
oleh sampah-sampah organik maupun anorganik hasil dari aktivitas masyarakat
sekitar. Untuk mencegah punahnya populasi akuatik yang dominan di Pulau Derawan
karena hal tersebut, ada beberapa usaha yang dapat dilakukan, yakni dengan memanfaatkan
perkembangbiakan bakteri atau mikroorganisme lainnya untuk menguraikan sampah
organik. Sedangkan untuk kasus sampah anorganik, dapat diatasi dengan
menerapkan sistem
sanitary landfill, pulverization, atau incineration.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pulau
Derawan merupakan salah satu pulau yang terkenal akan keanekaragaman ekosistem
bawah lautnya. Pulau ini terletak di salah satu gugus pulau yang berada di Kota
Berau. Gugus pulau ini terdiri atas beberapa pulau, yaitu Pulau Sangalaki (Pulau Telur),
Pulau Maratua, Pulau Bilangan, Pulau Kakaban, dan Pulau Derawan.
Karena
terkenal akan keindahan dan keanekaragaan ekosistem bawah lautnya, banyak
wisatawan yang tertarik untuk berkunjung. Hal ini tentunya akan memberikan dampak pada keadaan Pulau Derawan, terutama dalam masalah penanganan sampah.
Semakin
banyaknya kunjungan wisatawan, ditambah kebiasaan penduduk sekitar yang
membuang sampah tidak pada tempatnya, maka masalah sampah menjadi satu hal yang
harus dipikirkan secara serius. Jika tidak, tentu volume sampah akan terus
bertambah sehingga mengganggu keindahan pulau serta organisme yang tinggal di
sana. Biota laut seperti penyu hijau akan kehilangan habitatnya karena tercemar, sehingga
lama-kelamaan spesies tersebut
akan punah.
1.2
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang di atas yang meneliti
tentang Penanganan Sampah
di Pulau Derawan dalam
Rangka Pelestarian
Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem,
dapat disimpulkan rumusan masalahnya antara lain sebagai berikut.
1.
Mengapa penyu hijau dijadikan sebagai
tolok ukur keseimbangan ekosistem
akuatik di Pulau Derawan?
2.
Apa
dampak negatif yang ditimbulkan akibat perubahan fungsi Pulau Derawan
sebagai habitat alami penyu hijau menjadi tempat wisata bahari?
3.
Bagaimana cara mengatasi permasalahan
yang timbul akibat perubahan fungsi Pulau Derawan sebagai habitat alami penyu
hijau menjadi tempat wisata bahari?
1.3
Hipotesis
Adapun hipotesis penulis terhadap rumusan masalah tentang
Penanganan Sampah
di Pulau Derawan dalam
Rangka Pelestarian
Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem di atas antara lain.
1.
Adanya
perbedaan keanekaragaman khususnya pada
ekosistem bawah laut di setiap pulau yang ada di Kepulauan Derawan dikarenakan
setiap pulau memiliki tingkat niche (relung)
yang berbeda, yang kemudian membawa karakteristik tersendiri pada
keanekaragaman yang ada di sebuah pulau.
Penyu hijau dipilih sebagai tolok ukur keseimbangan ekosistem akuatik di Pulau Derawan karena penyu hijau merupakan spesies endemik yang harus dilindungi.
Jika spesies ini punah, maka keberlangsungan
ekosistem
akuatik di Pulau Derawan akan terganggu.
2.
Dampak
negatif yang ditimbulkan akibat perubahan fungsi Pulau Derawan
sebagai habitat alami penyu hijau menjadi tempat wisata bahari yakni meningkatnya volume sampah. Maka
muncullah permasalahan penanganan sampah
organik maupun anorganik yang kemudian mempengaruhi keberlangsungan serta keseimbangan
ekosistem akuatik yang ada di Pulau Derawan.
3. Dengan
meningkatnya volume sampah yang dihasilkan tidak hanya oleh warga sekitar,
namun juga para wisatawan, tentunya ada tindakan yang harus dilakukan. Sebagai contoh,
bakteri dapat dimanfaatkan untuk menguraikan sampah-sampah organik. Sementara
untuk sampah anorganik, dapat dilakukan berbagai upaya
seperti sanitary landfill, pulverization, atau incineration.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian Penanganan Sampah
di Pulau Derawan dalam
Rangka Pelestarian
Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem ini antara lain sebagai berikut.
1.
Untuk
menguraikan penyebab penyu
hijau dijadikan sebagai tolok ukur keseimbangan ekosistem akuatik di Pulau Derawan.
2.
Untuk mengetahui dampak negatif yang ditimbulkan akibat perubahan fungsi Pulau Derawan
sebagai habitat alami penyu hijau menjadi tempat wisata bahari.
3. Untuk
mengetahui cara mengatasi permasalahan yang timbul akibat perubahan fungsi
Pulau Derawan sebagai habitat alami penyu hijau menjadi tempat wisata bahari.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian Penanganan Sampah
di Pulau Derawan dalam
Rangka Pelestarian
Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem ini antara lain sebagai berikut.
1. Sebagai
sarana penambah wawasan tentang spesies endemik, khususnya penyu hijau.
2. Sebagai
sarana untuk mensosialisasikan cara atau metode dalam mengatasi permasalahan
pencemaran lingkungan khususnya di pulau terpencil.
3. Sebagai
sarana untuk menginformasikan betapa pentingnya menjaga kelestarian lingkungan
sekitar.
4. Sebagai
kritik sosial kepada pemerintah untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur
terutama dalam pengelolaan sampah di pulau-pulau terpencil.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
Jenis penyu di
dunia ada 7 jenis dan 6 di antaranya berada di Indonesia. Sementara jenis yang
biasa ditemukan di Kepulauan Derawan ada 2 jenis, yaitu jenis penyu hijau (Chelonia
mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate). Penyu hijau di Pulau Derawan dijadikan
sebagai tolok ukur keseimbangan ekosistem akuatik di Pulau Derawan, sehingga
penting untuk melakukan pelestarian terhadap organisme satu ini.
Pelestarian sendiri
berasal dari kata “lestari” yang berarti tetap
seperti keadaan semula, tidak berubah, bertahan kekal. Kemudian mendapat
tambahan pe dan akhiran an, menjadi pelestarian yang berarti proses, cara,
perbuatan melestarikan; perlindungan dari kemusnahan dan kerusakan, pengawetan,
konservasi; pengelolaan sumber daya alam yang menjamin pemanfaatannya secara
bijaksana dan manjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan
meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
Sedangkan
ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik
tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa
dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi.[Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh
menyeluruh antara unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem berfungsi
jika ada Rantai Makanan.
Keseimbangan ekosistem akuatik Pulau Derawan dapat
terganggu apabila terdapat gangguan, seperti pencemaran air. Pencemaran
tersebut umumnya disebabkan oleh menumpuknya sampah-sampah di pantai dan laut
Pulau Derawan. Sampah adalah
limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan zat anorganik yang
dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan
lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah umumnya dalam bentuk
sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton,
plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan, dan sebagainya.
Sampah adalah istilah umum yang sering digunakan untuk
menyatakanlimbah padat. Sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami
perlakuan- perlakuan, baik karena telah sudah diambil bagian utamanya, atau
karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada menfaatnya yang ditinjau dari
segi sosial ekonomis tidak ada harganya dan dari segi lingkungan dapat
menyebabkan pencemaran atau gangguan terhadap lingkungan hidup. Sampah adalah
limbah yang berbentuk padat dan juga setengah padat, dari bahan organik dan
atau anorganik, baik benda logam maupun benda bukan logam, yang dapat terbakar
dan yang tidak dapat terbakar. Bentuk fisik benda-benda tersebut dapat berubah
menurut cara pengangkutannya atau cara pengolahannya.
Secara umum, sampah dibagi menjadi dua, yaitu sampah organik
dan sampah anorganik. Sampah organik merupakan
barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai
sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar.
Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non-hayati, baik
berupa produk sinterik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang.
Sampah anorganik ialah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non hayati baik
berupa produk sinterik maupun hasil prosses teknology pengelolahan bahan
tambang atau sumber daya alam dan tidak dapat diuraikan oleh alam, Contohnya:
botol plastik, tas plastik, kaleng.
Praktik
pengelolaan sampah berbeda beda antara negara maju dan negara berkembang,
berbeda juga antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan, berbeda juga
antara daerah perumahan dengan daerah industri. Pengelolaan sampah yang tidak
berbahaya dari pemukiman dan institusi di area metropolitan biasanya menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan untuk sampah dari area komersial
dan industri biasanya ditangani oleh perusahaan pengolah sampah. Metode pengelolaan sampah
berbeda-beda, di antaranya tipe zat sampah, tanah yang digunakan untuk mengolah
dan ketersediaan area.
Pengelolaan sampah merupakan proses yang diperlukan
dengan tujuan untuk mengubah sampah menjadi material yang memiliki nilai ekonomis dan mengolah sampah agar menjadi material yang tidak membahayakan bagi
lingkungan hidup. Adapun metode yang digunakan yakni berupa metode
pembuangan dengan penimbunan darat, metode daur ulang dengan pengolahan secara
fisik maupun biologis, dan metode penghindaran dan pengurangan.
Pendidikan dan kesadaran di bidang pengelolaan limbah dan
sampah yang semakin penting dari perspektif global dari manajemen sumber daya.
Pernyataan yang Talloires merupakan deklarasi untuk kesinambungan khawatir
dengan skala dan belum pernah terjadi sebelumnya kecepatan dan degradasi
lingkungan, dan penipisan sumber daya alam. Lokal, regional, dan global polusi
udara; akumulasi dan distribusi limbah beracun, penipisan dan kerusakan hutan,
tanah, dan air; dari penipisan lapisan ozon dan emisi dari "rumah
hijau" gas mengancam kelangsungan hidup manusia dan ribuan lainnya hidup
spesies, integritas bumi, keanekaragaman hayati, dan warisan dari generasi masa depan.
BAB
III
METODE
PENELITIAN
3.1
Jenis
Penelitian
Dalam
penelitian tentang Penanganan Sampah
di Pulau Derawan dalam
Rangka Pelestarian
Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem
ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif. Adapun data yang
disajikan oleh peneliti yakni berupa short
movie, foto-foto, dan
file dokumen.
3.2
Sampel
Penelitian
Dalam penelitian tentang Penanganan Sampah
di Pulau Derawan dalam
Rangka Pelestarian
Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem
ini peneliti mengambil beberapa narasumber dari warga setempat sebagai sampel
untuk mengumpulkan data.
3.3
Teknik
Pengumpulan Data
Adapun
teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti yaitu dengan mengadakan
observasi langsung di Pulau Derawan, khususnya di kawasan pantai. Peneliti juga
mengadakan wawancara dengan beberapa narasumber yang terdapat di sekitar tempat
observasi tersebut.
3.4
Instrumen
Pengumpulan Data
Instrumen
yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian tentang Penanganan Sampah di Pulau Derawan dalam
Rangka Pelestarian Penyu
Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem
ini berupa daftar pertanyaan yang digunakan dalam wawancara, kamera sebagai
alat dokumentasi penelitian, dan peralatan snorkling
untuk mengobservasi
keadaan sekitar laut.
3.5
Prosedur
Penelitian
Penelitian
mengenai Penanganan Sampah
di Pulau Derawan dalam
Rangka Pelestarian
Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem
memiliki langkah-langkah penelitian antara lain sebagai berikut.
1.
Menentukan topik dan permasalahan yang akan diteliti.
2.
Menemukan sumber teori atau referensi
terkait.
3.
Menyusun daftar pertanyaan dalam
wawancara.
4.
Pemilihan narasumber dipilih secara acak
dari penduduk Pulau Derawan tersebut.
5.
Wawancara dilakukan kepada beberapa
orang penduduk dengan jangka waktu yang bervariasi.
6.
Hasil dari wawancara tersebut di seleksi
dan menjadi sumber utama dalam penelitian ini.
3.6
Keterbatasan
Penelitian
Selama melakukan penelitian mengenai Penanganan Sampah
di Pulau Derawan dalam
Rangka Pelestarian
Penyu Hijau sebagai Tolok Ukur Keseimbangan Ekosistem,
ada
beberapa hal yang menghambat jalannya, di antaranya adalah.
1.
Kurangnya
sumber data yang diperlukan dalam studi literatur
2.
Waktu penelitian yang terbatas, sehingga peneliti tidak dapat mengadakan penelitian
verifikatif.
3.
Cuaca yang tidak mendukung keberlangsungan penelitian.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan Umum Kepulauan
Derawan
Kepulauan Derawan
adalah sebuah kepulauan yang berada di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Di kepulauan ini terdapat sejumlah obyek wisata bahari, salah satunya Taman Bawah Laut
yang diminati wisatawan mancanegara terutama para penyelam kelas dunia. Ada empat pulau yang terkenal di kepulauan
tersebut, yang meliputi Pulau Kakaban, Maratua, Sangalaki dan Derawan sebagai habitat satwa langka yakni penyu hijau.
Pulau Kakaban merupakan
salah satu dari gugus pulau dari Kepulauan Derawan. Sedikit berbeda dengan
Pulau Derawan, Pulau Kakaban memiliki taman bawah laut yang tak kalah indah
dari Pulau Derawan. Selain itu, hal
yang
membedakannya dengan pulau yang lain yaitu terdapat danau yang luas ditengah
pulaunya. Pada danau inilah kita dapat menemukan salah satu spesies dari
coelenterata yaitu ubur-ubur. Berbeda dengan ubur-ubur yang kita temui di
tempat lain, ubur-ubur pada danau ini merupakan ubur-ubur yang tidak menyengat
dan pada danau ini akan banyak kita temui jenis alga yang bersimbiosis dengan
ubur-ubur tersebut. Selain taman lautnya yang indah pulau ini juga memiliki
memiliki hutan yang masih asri
dan asli.
Pulau Maratua terkenal akan taman bawah lautnya yang indah.
Tidak hanya itu,
Pulau Maratua juga memiliki keunikan lain, yakni pada pulau ini terdapat karang
atau seperti gunung karang yang dapat ditumbuhi oleh berbagai tanaman seperti
sayur-sayuran dan buah-buahan. Beberapa petani memanfaatkan fenomena ini dan
terus bisa mempertahankan hidupnya.
Pulau Sangalaki memiliki lagon dangkal
berdasar pasir dan ditumbuhi oleh karang dan lamun.. Di perairan sekitarnya terdapat taman laut dan terkenal sebagai wisata selam (diving). Terdapat beraneka ragam biota laut di sini, yang terkenal adalah ikan pari manta. Ikan ini biasa berkelompok di perairan pulau ini dan dapat berkumpul hingga 20
ekor pari pada saat terang bulan. Mereka menuju ke pulau ini untuk mencari
makan berupa bermacam-macam jenis plankton yang banyak terdapat di perairan
ini.
Pulau Derawan merupakan maskot dari Kepulauan Derawan. Pulau
Derawan juga merupakan
pusat tempat wisata bahari yang sangat indah. Karena itu, terdapat banyak tempat
penginapan di pulau ini. Adapun alasan penduduk lebih memilih tinggal di Pulau
Derawan, yaitu:
a.
Letak yang strategis dengan pelabuhan
dari Kota Berau sehingga akan mempermudah
kedatangan wisatawan.
b.
Pulau ini memiliki tanah berpasir yang
subur untuk ditumbuhi tanaman seperti sayur-sayuran dan buah-buahan seperti
pisang.
c.
Berbeda dengan pulau-pulau yang lainnya, Pulau Derawan
merupakan satu-satunya pulau dari gugus pulau yang berada di Kepulauan Derawan
yang memiliki air tawar. Hal ini terjadi karena sekitar tahun 1950-an, di Pulau
Derawan terjadi banjir rob yang cukup besar dan menggenangi hampir seluruh
pulau. Sejak kejadian tersebut, air tanah yang pada awalnya terasa asin berubah
menjadi tawar dan hal ini sangat menguntungkan masyarakat.
d.
Selain itu, sejarah datangnya penduduk
di pulau ini tidak dapat dipisahkan dari alasan mengapa penduduk lebih banyak
tinggal di Pulau Derawan. Pada tahun 1930-1940-an, suku Bajo dari Pulau Sulawesi
dan dan suku Bajo dari Malaysia datang ke Pulau Derawan dan menetap hingga saat
ini.
4.2 Penyu Hijau Sebagai Tolok Ukur Keseimbangan
Ekosistem
Penyu hijau banyak ditemukan di Pulau Derawan dijadikan sebagai tolok ukur karena
penyu hijau merupakan spesies endemik atau langka yang hanya terdapat di
beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya Kepulauan Derawan.
Berkurangnya
populasi penyu hijau yang berperan penting dalam keseimbangan ekosistem akuatik di Pulau Derawan disebabkan oleh beberapa faktor yakni penangkapan penyu hijau secara
ilegal, pemanfaatan telur yang melampaui batas dan yang paling utama adalah
dalam permasalahan sampah di Pulau Derawan. Sampah-sampah tersebut merupakan
limbah rumah tangga penduduk yang tinggal di pulau tersebut. Selain itu, wisatawan
yang makin hari makin banyak berkunjung tentunya meninggalkan sampah yang tidak
sedikit.
Pulau Derawan belum
memiliki TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sendiri, sehingga penduduk dan wisatawan
yang ada cenderung
membuang sampah di
pinggir pantai. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pencemaran pantai dan
laut. Jika hal ini dibiarkan berlanjut tanpa penanganan yang serius, tentunya
dapat mengganggu ekosistem pantai Derawan yang merupakan habitat penyu hijau.
Contoh nyata adalah
pembuangan limbah plastik oleh warga yang tinggal di pemukiman sekitar pantai.
Sampah-sampah
plastik yang menyerupai ubur-ubur akan dimakan oleh penyu hijau, dan plastik
yang telah dimakan oleh penyu hijau tersebut akan mengganggu sistem
pencernaannya, sehingga menyebabkan
penyu
hijau tersebut mati.
Contoh lain yaitu
pembuangan limbah deterjen langsung ke laut. Limbah deterjen tersebut akan
mencemari laut dan menyebabkan ikan-ikan mati, termasuk ikan kecil yang menjadi
makanan penyu hijau. Bila peristiwa ini terjadi terus menerus, maka jumlah populasi ikan kecil akan menurun, dan secara tidak
langsung menyebabkan populasi penyu hijau ikut menurun. Keseimbangan ekosistem di
Pulau Derawan akan terganggu seiring dengan menurunnya jumlah penyu hijau yang menjadi salah satu komponen biotik pada ekosistem
ini.
4.3 Dampak Negatif
dari Perubahan Fungsi
Pulau Derawan
Pulau Derawan
awalnya difungsikan sebagai tempat konservasi penyu hijau, tepatnya di Pulau
Sangalaki. Sehingga secara tidak langsung Pulau Derawan menjadi habitat alami
bagi spesies langka dan dilindungi ini. Hal
terasebut menjadi salah satu daya
tarik bagi para wisatawan untuk mengunjungi pulau ini, di samping keindahan alam bawah
lautnya. Pada akhirnya, Pulau Derawan yang awalnya menjadi habitat alami penyu
hijau yang berperan sebagai tolok ukur keseimbangan ekosistem, berubah fungsi
menjadi lokasi wisata bahari.
Dari segi ekonomi, tentunya hal ini membawa dampak positif
karena membawa keuntungan tersendiri untuk kesejahteraan ekonomi penduduk
setempat. Namun, datangnya para wisatawan ke pulau Derawan juga membawa dampak negatif. Salah satunya adalah permasalahan penanganan sampah. Wisatawan yang
tidak memiliki rasa peduli terhadap
lingkungan
bisa saja membuang sampah di wilayah pantai Derawan. Hal ini justru diperparah
oleh beberapa warga setempat, yang juga membuang sampah tidak pada tempatnya.
Pencemaran pantai dan
laut yang ada di Pulau Derawan umumnya disebabkan oleh sampah rumah tangga dan
sampah dari para wisatawan. Meski saat ini kawasan pantai Derawan masih
tergolong bersih, ada baiknya jika dilakukan usaha pencegahan dan pengambilan
tindakan untuk sampah-sampah yang mulai tersebar di sana.
4.4
Penanganan
Dampak Negatif dari Perubahan
Fungsi Pulau Derawan
Ada beberapa usaha yang
dapat dilakukan untuk melakukan “pembersihan”
Pulau Derawan. Hal ini dilakukan untuk mencegah pencemaran pantai dan
laut Derawan, yang mana merupakan habitat alami penyu hijau.
Sampah yang merupakan
penyebab dari pencemaran lingkungan akuatik di Derawan dibagi menjadi dua,
yaitu sampah organik dan anorganik. Tindakan yang dilakukan untuk menangani
kasus dari dua jenis sampah tersebut tentu berbeda. Sampah organik seperti
ranting kering, daun, batang kayu, limbah rumah tangga, dan sebagainya dapat
ditangani dengan memanfaatkan mikroorganisme. Sedangkan sampah anorganik
seperti plastik, kain, kaleng, dan sebagainya ditangani dengan menggunakan
metode sanitary landfill, pulverization, atau incineration.
4.4.1
Penanganan
untuk Sampah Organik
Di beberapa
lokasi di Pulau Derawan ditemukan kumpulan sampah organik seperti ranting
kering, dedaunan, serta limbah rumah tangga. Sampah organik seperti yang
disebutkan di atas merupakan jenis sampah yang mudah diuraikan oleh
mikroorganisme.
Bakteri yang dapat
digunakan untuk menguraikan sampah-sampah organik dinamakan EM (Effective Microorganisms). Di dalam EM terdapat sekitar 80 genus mikroorganisme
fermentor. Mikroorganisme ini dipilih karena dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan
bahan organik.
Adapun kandungan
mikroorganisme utama dalam EM yaitu.
1.
Bakteri
Fotosintetik (Rhodopseudomonas sp.)
Bakteri ini
mandiri dan swasembada, membentuk senyawa bermanfaat (antara lain, asam amino,
asam nukleat,
zat bioaktif dan gula yang semuanya berfungsi mempercepat pertumbuhan) dari
sekresi akar tumbuhan, bahan organik dan gas-gas berbahaya dengan sinar
matahari dan panas bumi sebagai sumber energi. Hasil metabolisme ini dapat
langsung diserap tanaman dan berfungsi sebagai substrat bagi mikroorganisme lain
sehingga jumlahnya terus bertambah.
2.
Bakteri
asam laktat (Lactobacillus sp.)
Dapat
mengakibatkan kemandulan (sterilizer)
mikroorganisme yang merugikan, oleh karena itu bakteri ini dapat menekan
pertumbuhan; meningkatkan percepatan perombakan bahan organik; menghancurkan
bahan organik seperti lignin dan selulosa serta memfermentasikannya tanpa
menimbulkan senyawa beracun yang ditimbulkan dari pembusukan bahan organik
Bakteri ini dapat menekan pertumbuhan fusarium, yaitu mikroorganime merugikan
yang menimbukan penyakit pada lahan atau tanaman yang terus menerus ditanami.
3.
Bakteri
asam laktat ( Lactobacillus sp.)
Melalui proses
fermentasi, ragi menghasilkan senyawa bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman dari
asam amino dan gula yang dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik atau bahan
organik dan akar-akar tanaman. Ragi juga menghasilkan zat-zat bioaktif seperti
hormon dan enzim untuk meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar.
Sekresi Ragi adalah substrat yang baik bakteri asam laktat dan Actinomycetes.
4.
Actinomycetes
Actinomycetes
menghasilkan zat-zat anti mikroba dari asam amino yang dihasilkan bakteri
fotosintetik. Zat-zat anti mikroba ini menekan pertumbuhan jamur dan bakteri.
Actinomycetes hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik bersama-sama
meningkatkan mutu lingkungan tanah dengan cara meningkatkan aktivitas anti
mikroba tanah.
5.
Jamur
Fermentasi (Aspergillus dan Penicilium)
Jamur fermentasi
menguraikan bahan secara cepat untuk menghasilkan alkohol, ester dan zat anti
mikroba. Pertumbuhan jamur ini membantu menghilangkan bau dan mencegah serbuan
serangga dan ulat-ulat merugikan dengan cara menghilangkan penyediaan
makanannya. Tiap spesies mikroorganisme mempunyai fungsi masing-masing, tetapi yang terpenting adalah bakteri
fotosintetik yang menjadi pelaksana kegiatan EM. Bakteri ini disamping
mendukung kegiatan mikroorganisme lainnya, ia juga memanfaatkan zat-zat yang
dihasilkan mikroorganisme lain
hasil dari fermentasi sampah organik.
4.4.2 Penanganan untuk Sampah Anorganik
Sampah-sampah
anorganik yang ditemukan di pantai Derawan antara lain adalah plastik, botol,
kaleng, dan sebagainya.
Karena
sulit diuraikan oleh bakteri atau mikroorganisme lainnya, maka tindakan yang
dapat diambil untuk menangani kasus sampah anorganik ini ada tiga, yaitu sanitary landfill (penimbunan tanah
secara sehat), pulverization (penghancuran),
dan incineration (pembakaran sampah).
Pulau ini tidak memiliki TPA (Tempat Pembuangan Akhir) dan memang tidak
memungkinkan untuk membuat TPA di pulau ini. alasannya karena pulau tersebut
tidak memiliki area yang cukup luas.
Sanitary landfill adalah istilah
dalam bahasa Inggris yang bermakna tempat pemusnahan sampah yang berupa
cekungan atau tanah yang digali dan digunakan untuk menimbun sampah. Pada
bagian dasar tempat tersebut dilengkapi sistem saluran yang berfungsi sebagai
saluran limbah cair sampah yang harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke
sungai. Pada sanitary landfill juga
dipasang pipa gas untuk mengalirkan gas hasil aktivitas hasil penguraian
sampah.
Ada dua metode yang dapat
digunakan untuk menerapkan sistem Sanitary Landfill, yaitu Trench Method dan Area Method.
a.
Trench Method
Sebuah trench (parit) digali di bawah permukaan tanah dan sampah
ditempatkan dalam parit dan ditutup. Cara lain yaitu dua buah parit digali
sekaligus, kemudian sampah diisikan pada salah satu parit
dan lumpur dari salah satu lubang galian digunakan sebagai material penutup.
b.
Area Method
Jika lokasi landfill terletak di bawah tanjakan seperti lembah atau ngarai.
Juga, metode ini digunakan apabila lokasi landfill lebih tinggi dari tempat
lain yang ada di sekitarnya.
Gambar 4.5.2.2 Sanitary
Landfill Area Method
Meskipun cara ini sangat
menguntungkan karena menghilangkan polusi sampah, namun sistem ini
kurang bisa diterapkan di Pulau Derawan karena Pulau Derawan tidak memiliki
area yang cukup luas untuk menimbun sampah-sampah tersebut.
Sedangkan dalam pengolahan
sampah secara pulverization atau penghancuran sampah, sampah dihancurleburkan
menjadi potongan kecil sehingga lebih ringkas dan juga dapat dimanfaatkan untuk
menimbun tanah rendah serta dibuang ke laut tanpa menimbulkan pencemaran. Penghancuran sampah dilakukan di dalam
mobil pengumpulan sampah yang dilengkapi dengan alat pelumat sampah.
Sama seperti
kasus sanitary landfill, area yang
dibutuhkan untuk melakukan pengolahan sampah dengan metode pulverization (penghancuran sampah) tidak tersedia.
Salah satu upaya
lain yang bisa dilakukan untuk menangani masalah sampah anorganik di Pulau
Derawan adalah incineration atau
pembakaran sampah. Incineration adalah metode penghancuran limbah organik dengan
melalui pembakaran dalam suatu sistem yang terkontrol dan terisolir dari
lingkungan sekitarnya. Incineration dan
pengolahan sampah bertemperatur tinggi lainnya didefinisikan sebagai pengolahan
termal. Insinerasi material sampah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil
pembakaran, partikulat, dan panas. Namun, gas yang dihasilkan dari proses ini
terlebih dahulu dibersihkan dari polutan sebelum dilepas ke atmosfer sehingga
pencemaran udara bisa dikurangi.
Saat ini, salah
satu upaya yang bisa ditempuh sebagai solusi sementara penanganan sampah di
Pulau Derawan adalah melakukan pembakaran sampah dengan menggunakan peralatan
seperti incinerator. Dengan peralatan
pembakaran sampah tersebut, volume sampah dapat dikurangi. Sehingga sampah
tidak lagi harus dikirim ke Tanjung Batu, Karenanya, dia juga berharap instansi
terkait untuk membantu pengadaan alat incinerator
tersebut di Pulau Derawan.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Perubahan fungsi dari suatu wilayah dapat menyebabkan
penururnan biodiversitas penyusun ekosistem di wilayah tersebut. Hal ini dapat
kita lihat dari perubahan fungsi utama yang terjadi di Pulau Derawan. Yang pada
awalnya berfungsi sebagai tempat konservasi alami penyu, sekarang beralih
menjadi tempat wisata bahari. Hal ini tentunya dapat menyebabkan berbagai
masalah, di antaranya adalah volume sampah yang makin meningkat. Tanpa disertai
tindakan yang berarti, tentu hal ini menjadi masalah bagi kelestarian alam
Derawan tersebut.
Perubahan fungsi yang terjadi di Pulau Derawan ini
menyebabkan salah satu dari biodivesitas penyusun ekosistem tersebut yakni
penyu hijau terganggu sehingga angka harapan hidup dari penyu hijau tersebut menurun, akhirnya menyebabkan terjadinya
perubahan pada keberlangsungan rantai maupun jaring-jaring makanan. Perubahan
pada jaring-jaring makanan ini akan menimbulkan ketidakseimbangan ekosistem
yang ada di Pulau Derawan tersebut.
Dari fenomena ketidakseimbangan ini akhirnya membuat penurunan pada
keanekaragaman akuatik di Pulau Derawan
yang signifikan.
5.2 Saran
Dalam masalah kebersihan lingkungannya, pemerintah
diharapkan dapat menyediakan
fasilitas untuk pembersihan lingkungan seperti penyediaan tempat pembuangan
akhir dan pengolahan sampah organik maupun sampah anorganik. Sampah anorganik seperti plastik yang tercemar ke laut
akan membawa dampak terhadap penyu hijau. Masyarakat juga
diharapkan untuk ikut berpartisipasi dalam menangani masalah pengolahan sampah
ini, seperti mengolah sampah yang ada menjadi suatu kerajinan tangan yang
inovatif, indah dan bermanfaat.
Diberlakukan peraturan bagi wisatawan agar tetap menjaga kebersihan laut maupun
daerah sekitar pantai.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2012. 3 Orang Bersihkan 44,6 Hektare :
Derawan Kewalahan Atasi Sampah.
[online] Available at: <http://nawasis.com/3/post/2012/11/3-orang-bersihkan-446-hektarederawan-kewalahan-atasi-sampah.html> [Accessed 16 September 2013].
Anonim, 2012. Derawan,
Bagaikan Mawar Yang Tumbuh di Lumpur!. [online] Available at: <http://marinebuddies.net/2012/04/20/derawan-bagaikan-mawar-yang-tumbuh-di-lumpur/> [Accessed 10
September 2013].
Anonim, 2013. Pengelolaan Sampah.
[online] Available at: <http://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan_sampah#Tujuan> [Accessed 19 September 2013].
Hogantara, Fajar Rizky,
2013. Efektive Mikro Organisme (EM-4).
[online] Available at:
[Accessed 16 September 2013].
Krisno, Agus, 2012.
Peran Mikroorganisme dalam Pembusukan
Sampah Organik. [online] Available at: <http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2012/01/06/peran-mikroorganisme-dalam-pembusukan-sampah-organik/> [Accessed 10
September 2013].
0 komentar :
Posting Komentar