oleh Shabrina Izzati Adliah
Hidup tidak pernah lepas dari sesuatu yang
terus berjalan, bernama waktu. Entah ia diinginkan, entah tidak. Pula, entah ia
dihargai, entah tidak. Waktu akan terus eksis hingga dunia ini berakhir, tanpa
bisa diabaikan keberadaannya sama sekali. Waktu, terkesan begitu kompleks
karenanya sehingga memiliki makna ganda, majemuk, atau bahkan ambigu.
Tapi, waktu itu sebenarnya apa?
Tentunya pertanyaan ini menggantung
di benak banyak orang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), waktu
adalah seluruh rangkaian saat
ketika proses, perbuatan atau keadaan berada atau berlangsung.
(gambar: maramissetiawan.wordpress.com)
Menurut
Sir Isaac Newton, waktu tidak mengacu pada apapun melalui “wadah” terhadap
suatu peristiwa dan benda-benda yang “bergerak melalui”, atau untuk setiap
entitas yang “mengalir”, tapi bukan bagian dari struktur dasar intelektual
(bersama-sama dengan ruang dan nomor atau angka). Pendapat lain menyatakan
bahwa waktu merupakan suatu dimensi di mana terjadi peristiwa yang dapat dialami
dari masa lalu melalui masa kini ke masa depan, dan juga ukuran durasi kejadian
dan interval.
Dalam banyak bidang ilmu, waktu juga
memiliki pengertiannya sendiri-sendiri. Misalnya dalam ilmu fisika, waktu
didefinisikan sebagai salah satu dari tujuh besaran fisika fundamental dalam
satuan Sistem Internasional.
Sedangkan menurut saya, waktu sendiri tidak memiliki makna konstan, tidak memiliki ukuran
tetap (meski terkadang dimiliki), namun memiliki satuan dan menempati posisi
penting di dunia ini. Waktu adalah suatu bentuk “tak berwujud” dalam
keuniversalan dunia ini. Ia ada, juga tiada.
Ia ada, sebab kehadirannya dibutuhkan guna
membatasi dimensi ruang yang disebut “kenyataan” atau “kegaiban”. Juga, untuk membatasi
memori yang “kini” dan “lampau”. Inilah yang menyebabkan waktu dapat menempati
posisinya sendiri, posisi tunggal yang penting dalam kehidupan seluruh makhluk
di dunia ini. Jika tidak ada suatu sistem yang bernama waktu, rangkaian
kejadian tidak akan berjalan secara sistematis. Atau, dunia ini menjadi tidak
punya pembatas telah “seberapa lama” dan “berapa kali ulang” mereka telah
melakukan hal yang sama.
Namun kehadiran waktu kerap tidak
diinginkan, sehingga sering dianggap tiada. Oleh para manusia yang lemah
posisinya, baik dalam dimensi ruang maupun memori. Manusia-manusia ini kerap
mengharap dirinya bisa diabsenkan: alpa, dari sesuatu itu yang tak pernah mau
berhenti berputar, yang terus merangkak dan seolah menertawai diri serta nasib
mereka.
Apa yang menyebabkan hal tesebut?
Kebanyakan dari mereka menganggap waktu
adalah hal yang mengganggu karena mereka tak dapat memanfaatkan waktu dengan
baik. Mereka terlalu sibuk melindungi diri dengan perisai yang tersusun dari
berbagai kalimat alasan untuk menunda melakukan sesuatu. Meski mereka tahu
bahwa pada akhirnya, perisai yang mereka buat tetap akan hancur ditembus oleh
waktu yang akan terus merangsek maju. Waktu memiliki mata pedang yang tajam,
benarlah kalimat ini. Seolah-olah, mereka tak membutuhkan satu sistem khusus
yang “mengikat” mereka.
Dalam pandangan ini, masuk akal jika waktu
dikatakan tidak memiliki ukuran tetap. Tepatnya, waktu tidak dapat diukur
dalam hitungan matematis. Semua berjalan saja, tanpa ada yang peduli akan
makna waktu itu sendiri. Keabstrakan yang diciptakan pola pikir manusia dalam
golongan di atas mengenai waktu menyebabkan waktu kehilangan nilai reliabel-nya
dalam semesta ini. Sederhananya, tiap orang punya pikiran sendiri mengenai
makna waktu. Namun kenyataannya, mereka bahkan tak mengerti apa itu sebenarnya
waktu karena tidak menghargainya.
Berbeda dengan mereka yang optimis
terhadap hidupnya dan bisa memanajemen waktu dengan baik. Mereka berusaha
mengabaikan alasan demi alasan yang membuat mereka mundur dari percepatan dan
kedinamisan kerja mereka sehingga waktu dapat digunakan secara ringkas dan
efektif. Mereka sadar bahwa mereka senantiasa berada di bawah kuasa waktu,
selain kuasa tuhan tentunya.
Jika ditilik dari perspektif orang yang
menganggap bahwa waktu itu real,
dapat dikatakan bahwa waktu memiliki satu similaritas. Karena ia ada dan
tentunya berhubungan dengan hal lainnya akibat konsep “menghargai waktu” yang
mereka terapkan.
Adalah
satuan waktu, merupakan hal sederhana yang menyatukan “ukuran waktu” yang
dimaksud di sini. Ia membuat suatu bentuk “tak berwujud” yang acak (abstrak)
ini berada di atas papan realita. Yang barangkali dapat membuat orang-orang
yang belum sadar, menjadi sadar. Dan yang telah sadar, menjadi lebih mengerti.
Pun yang telah mengerti, menjadi lebih yakin akan konsep waktu tersebut.
Jika dirangkum menurut pandangan dua
golongan yang berbeda tadi, akan didapat pengertian waktu kira-kira seperti
ini:
“Waktu adalah satu wujud abstrak absolut,
yang, suka tidak suka, membatasi dimensi ruang dan memori.” Kata pengagung (yang
menghargai) waktu. Atau…
“Waktu adalah satu wujud abstrak, yang tak
pernah membuat kita rela melepas sesuatu, yang tak pernah berhenti membatasi
kita, selama kita tidak memiliki kepercayaan diri.” Kata yang berlawanan. Entah
ia pembenci, atau pengagung waktu yang tak mau mengakui nilai mutlak yang
dimiliki waktu.
Mari abaikan semua penjelasan mengenai
waktu di atas.
Yang terpenting sekarang bukan memahami
makna waktu yang sebenarnya. Cukup memahami konsep, bahwa waktu itu ada dan
akan terus berputar hingga dunia ini berakhir. Dengan begitu manusia dapat
menggunakan akal pikirannya untuk mencari dan memenangkan fungsi waktu atas
dirinya.
Tentunya, waktu memiliki banyak manfaat
bagi seluruh makhluk di dunia ini. tumbuhan memerlukan waktu yang rela menunggunya
bertumbuh. Sehingga memberi manfaat berupa bunga dan buah dan bahan dasar papan.
Hewan juga sama, dengan terlewatinya waktu demi waktu, mereka bisa
berkembangbiak yang hasilnya dapat manusia gunakan sebagai bahan pangan.
Disadari atau tidak, waktu sendiri
memiliki banyak fungsi. Di antaranya
adalah sebagai berikut.
1. Waktu dapat
menjadi bahan renungan bagi umat manusia
yang sudah maupun yang belum menyadari makna waktu yang sesungguhnya. Manusia,
utamanya yang memiliki banyak dosa akan merasakan rasa bersalah apabila ia diberi
sedikit dorongan dan waktu luang yang cukup lama. Perlahan-lahan ia akan
menyesali perbuatannya di masa lampau, dan kembali pada jalan yang benar. Hal
ini juga dapat menyebabkan ia menjadi lebih dekat kepada tuhannya. Ia menjadi sadar
bahwa tiap detik yang ia lewati akan semakin mendekatkannya pada kematian.
Juga, dengan merenung, ia menjadi sadar bahwa waktu yang ia miliki tidak kekal.
Yang kekal di semesta ini hanyalah milik-Nya seorang.
2. Pencegah
penyesalan dan kekacauan di masa mendatang juga
salah satu manfaat yang dimiliki waktu apabila umat manusia menyadarinya.
Dengan memahami kenyataan bahwa waktu tak pernah berhenti berjalan, mau tidak
mau manusia harus melakukan sesuatu yang berguna untuk diri dan sekitarnya di
masa sekarang. Apabila waktu sekarang disia-siakan, hanya digunakan untuk
bermalas-malasan, maka apalah arti waktu? Keadaan seperti ini tidak bisa
mengubah masa depan menjadi lebih baik, sehingga nantinya hanya timbul rasa
menyesal dan kekacauan ritme hidup orang tersebut.
3. “Mengarsip”
memori dalam periode-periode waktu adalah
satu hal mutlak yang menjadi “kewajiban” waktu. Antar satu peristiwa dengan
peristiwa lainnya akan lebih mudah diingat apabila ada “sekat” yang
membatasinya. Jika tidak ada yang “mengarsip” memori menjadi bagian-bagian
tertentu, memori manusia akan tercerai-berai dan tidak kronologis sehingga
menyulitkan untuk mengingat kembali suatu kenangan. Kenangan, yang merupakan
peristiwa di masa lalu akan menjadi lebih mudah diketahui kapan ia terjadi apabila
tedapat “sekat”, dan itu merupakan hal baik. Karena kenangan adalah hal yang
dapat membangkitkan rasa bahagia, sedih, suka, duka dan berbagai perasaan
lainnya yang dapat digunakan sebagai sebatas “momen lampau”, atau untuk
memperbaiki perilaku di masa mendatang. Manusia juga bisa menjadi lebih
mengerti posisinya yang sekarang dan dapat move
on dari masa lalu.
4. Menyehatkan
kondisi fisik dan psikologis juga
dapat menjadi fungsi dari eksisnya waktu. Dengan menyadari mekanisme waktu yang
bisa berlaku “seolah berjalan sangat cepat”, manusia bisa sadar tak ada gunanya
ia menghabiskan waktunya hanya untuk tidur, makan, dan bermain. Manusia akan
lebih tergerak untuk melakukan suatu aktivitas yang disenanginya. Misalnya
berolahraga, menulis, melukis, travelling,
memasak, dan lain sebagainya. Selain itu, manusia bisa tergerak untuk lebih
sering bersosialisasi, melakukan hal di luar rumah bersama-sama dibanding
terus-menerus berada di dekat laptop atau kasur, misalnya. Selain menjadi suatu
investasi untuk masa depan, melakukan kegiatan berguna seperti di atas juga
tentu dapat meningkatkan kondisi fisik dan psikologis. Tubuh tetap sehat,
pikiran tetap prima seiring dengan waktu yang berjalan menuju tua.
Waktu memang memiliki banyak makna, dan
barangkali hal itu memusingkan makhluk hidup yang hidup terikat padanya. Namun,
hanya perlu satu konsep untuk dapat memahami dan menghargai waktu. Perilaku menghargai waktu yang dicontohkan di atasnya hanya
sebagian kecil contoh yang dapat diberikan. Masih ada banyak cara menghargai
waktu dengan jalan memanfaatkan sebaik-baiknya di dunia ini, tergantung
bagaimana persepsi orang masing-masing.
Apabila umat manusia sudah melakukan
keduanya (memahami dan menghargai waktu), niscaya hidup manusia bisa menjadi
lebih berarti dan berguna.
Ingatlah,
waktu tidak pernah berhenti berputar hingga hari akhir nanti.
0 komentar :
Posting Komentar